![]() |
Kadis LHK Sumut, Heri Wahyudi Marpaung beserta jajarannya saat temu pers di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30, Medan, Senin, 6 Oktober 2025. Hasby/Hastara.id |
MEDAN, HASTARA.ID — Sebanyak 27 kabupaten/kota di Sumatera Utara terancam mendapat sanksi lebih berat dari pemerintah pusat karena hingga kini masih mengelola sampah dengan sistem open dumping —metode pembuangan terbuka yang sudah dilarang oleh undang-undang sejak lebih dari satu dekade lalu.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut, Heri Wahyudi Marpaung, menegaskan bahwa seluruh pemerintah daerah wajib menghentikan praktik pengelolaan sampah yang mencemari lingkungan tersebut, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Pemerintah pusat sudah memberikan sanksi administratif kepada 27 kabupaten/kota di Sumut yang masih memakai metode TPA open dumping. Teguran ini diperkuat lagi melalui surat Gubernur Sumut tahun 2025 agar seluruh kepala daerah segera membenahi TPA-nya,” ujar Heri Wahyudi dalam temu pers di Kantor Gubernur Sumut, Senin (6/10/2025).
DLHK Sumut menegaskan, jika hingga 2026 tidak ada perubahan sistem dari open dumping ke sanitary landfill atau controlled landfill, maka 27 daerah tersebut akan menerima sanksi yang lebih keras.
“Pemerintah pusat punya banyak kebijakan. Kalau instruksi ini tidak dijalankan, maka sanksi berikutnya bisa berpengaruh pada transfer kas daerah. Arahnya sudah ke sana,” kata Heri mengingatkan.
Berikut Daftar 27 Daerah “Bandel” di Sumut:
1. Karo
2. Padang Lawas
3. Simalungun
4. Labuhanbatu
5. Samosir
6. Toba
7. Serdang Bedagai
8. Tapanuli Tengah
9. Tapanuli Selatan
10. Batu Bara
11. Asahan
12. Tapanuli Utara
13. Padanglawas Utara
14. Labuhanbatu Utara
15. Labuhanbatu Selatan
16. Mandailing Natal
17. Pakpak Bharat
18. Nias
19. Nias Selatan
20. Nias Utara
21. Nias Barat
22. Binjai
23. Pematangsiantar
24. Padangsidempuan
25. Tanjung Balai
26. Gunungsitoli
27. Sibolga
Dampak Serius
Metode open dumping bukan hanya melanggar regulasi, tetapi juga membawa konsekuensi ekologis dan kesehatan yang serius bagi masyarakat:
•Mencemari air tanah dan sungai, karena limbah cair (leachate) meresap tanpa pengolahan.
•Memperburuk pemanasan global, akibat gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah.
•Mengancam kesehatan warga, melalui udara kotor dan munculnya penyakit berbasis lingkungan.
•Merusak ekosistem, mengganggu habitat satwa dan menjadikan kawasan sekitar TPA tidak layak huni.
Langkah tegas pemerintah pusat dan provinsi ini menjadi peringatan keras bagi para kepala daerah. Selama bertahun-tahun, isu pengelolaan sampah di Sumut kerap dibiarkan tanpa inovasi berarti, sementara dampaknya terus menumpuk di lingkungan dan kesehatan warga.
Jika hingga 2026 tak ada langkah konkret, bukan hanya sanksi administratif yang menanti, tapi juga potensi pemotongan anggaran daerah—yang ujungnya akan kembali merugikan masyarakat. (rel)