![]() |
Kolase foto Gubernur Bobby Nasution dan Kepala Inspektorat Sumut, Sulaiman Harahap. Istimewa/Hastara.id |
MEDAN, HASTARA.ID — Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumatera Utara, Dr. Kaiman Turnip, mengkritisi cara kerja Kepala Inspektorat Sumut, Sulaiman Harahap, yang dinilai ugal-ugalan dalam memeriksa aparatur sipil negara (ASN) maupun pejabat di lingkungan Pemprov Sumut.
Kaiman menilai, Inspektorat tidak boleh sembarangan memeriksa apalagi sampai merekomendasikan pencopotan ASN hanya berdasarkan dugaan. Menurutnya, mekanisme penindakan terhadap pegawai sudah diatur melalui kategori hukuman ringan, sedang, hingga berat yang harus dibuktikan terlebih dahulu.
“Gubernur itu tidak boleh langsung memberhentikan ASN hanya karena dugaan pelanggaran. Itu sama saja sudah menghukum berat. Harus jelas dulu kesalahannya apa, ada pemeriksaan internal, lalu dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP),” ujar Kaiman menjawab wartawan, Selasa (16/9/2025).
Ia juga menyoroti inkonsistensi Inspektorat dalam menangani dugaan kasus ASN. Menurutnya, ada pejabat tertentu yang cukup dipanggil dan dibuat berita acara pemeriksaan (BAP) lalu dianggap bersalah, sementara kasus lain yang sudah terang benderang dan trending topik di publik, justru tidak pernah disentuh.
“Kenapa terhadap Abdul Haris, Ismael Sinaga dan lainnya cukup temuan Inspektorat langsung dijadikan dasar pencopotan. Sementara kasus lain yang sudah jadi konsumsi publik, kok tidak dipanggil. Ini namanya antigius atau mendua. Padahal Inspektorat tidak boleh memberi hukuman, tugasnya hanya memberi rekomendasi ke BKD,” tegas pria yang juga aktif sebagai konsultan asesmen karir ASN di lembaga pemerintahan ini.
Kaiman juga menyinggung soal lemahnya peran Kepala Badan Kepegawaian (Bapeg) Sumut, Sutan Tolang Lubis, yang seharusnya melindungi pegawai, bukan sekadar mengikuti keinginan gubernur. Ia mencontohkan kasus mutasi pejabat yang menurutnya sarat kepentingan pribadi.
“Hasil asesmen ASN tidak serta merta dijadikan dasar menurunkan jabatan seseorang. Asesmen itu tujuannya untuk promosi, rotasi, mutasi, atau demosi, dan demosi itu pun harus menunggu enam bulan. Jadi saya lihat ini hanya like or dislike gubernur saja. Kasihan kawan-kawan saya di pemprov, karirnya tidak jelas lagi sekarang ini, padahal dulu itu yang kita perjuangkan," katanya.
Menurutnya, kondisi ini berdampak pada kinerja ASN di Pemprov Sumut. Banyak pegawai kini bukan hanya takut, tetapi juga enggan bekerja optimal karena merasa bisa sewaktu-waktu dijadikan korban.
“Kalau Inspektorat bekerja benar, sebelum kasus masuk ke aparat penegak hukum (APH) harusnya dilakukan pembinaan atau advokasi terlebih dahulu. Ada mekanisme Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang bisa menjadi langkah pencegahan. Bukan malah dibiarkan, lalu ujung-ujungnya dipanggil APH,” pungkasnya. (has)