![]() |
| Suasana persidangan perkara dugaan korupsi renovasi Puskesmas Teluk Sentosa, Kabupaten Labuhanbatu di PN Medan, Senin, 17 November 2025. Istimewa/Hastara.id |
MEDAN, HASTARA.ID — Persidangan perkara dugaan korupsi renovasi Puskesmas Teluk Sentosa, Kabupaten Labuhanbatu, kembali memanas. Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Medan menegur keras Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena dinilai tidak tuntas menelusuri aktor utama di balik proyek senilai Rp1,2 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) TA.2023 tersebut.
Ketua Majelis Hakim, As’ad Rahim Lubis, secara terbuka melemparkan sentilan pedas kepada JPU saat sidang yang menghadirkan para konsultan pengawas—Priyadi, Pasu Pati, dan Fauzi—serta PPTK, Agusman Masyhur Sinaga.
“Jangan tebang pilih dalam penegakan hukum. Kalau mau bersih, ya bersihkan sekalian. Kikis semua sampai selesai,” tegas hakim dalam sidang yang digelar, Senin, 17 November 2025.
Dalam sidang dengan terdakwa Fazarzhah Putra alias Abe, saksi-saksi justru memberikan keterangan yang berseberangan dengan dakwaan JPU. Mereka menegaskan bahwa Abe hanya mandor di lapangan—bukan penyedia atau rekanan proyek.
Nama yang disebut sebagai pemilik pekerjaan justru Muhammad Ridwan Dalimunthe, sosok yang hingga kini hanya berstatus saksi. Fakta itu pula yang membuat majelis hakim menyoroti ketidakkonsistenan pola penegakan hukum dalam perkara ini.
Kejanggalan Sejak Awal
Penasihat hukum terdakwa, Dr Doni Hendra Lubis, SH, MH, bahkan menilai sejak awal sudah banyak kejanggalan yang tak bisa diabaikan dalam perkara ini.
"Mengapa Muhammad Ridwan Dalimunthe hanya jadi saksi? Apakah karena beliau menantu tokoh masyarakat dan sosok berpengaruh di Labuhan Batu?” ujar dia.
Ia juga menyoroti praktik yang dianggap melanggar prinsip check and balance, karena oknum Jaksa Penyidik dan JPU diketahui orang yang sama. Padahal, menurut Doni, KUHAP secara tegas melarang hal itu untuk menjaga objektivitas penanganan perkara.
Kejanggalan lain muncul dari aspek perhitungan kerugian negara. JPU diketahui menggunakan audit akuntan publik, padahal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas kegiatan tersebut sudah terbit sebelum penyelidikan dimulai.
"Ini bertentangan dengan SEMA No. 2 Tahun 2024 dan ketentuan konstitusi, yang menyatakan BPK sebagai lembaga satu-satunya yang berwenang menyatakan kerugian negara,” tegas Doni.
Ia menambahkan, tidak ada satu pun dokumen kontraktual proyek renovasi puskesmas tersebut yang mencantumkan nama Abe. Karena itu, ia optimistis majelis hakim akan mengungkap fakta sebenarnya dalam perkara ini.
Doni berharap majelis hakim memerintahkan JPU untuk menghadirkan Muhammad Ridwan Dalimunthe ke persidangan. Menurutnya, kesaksian Ridwan menjadi kunci untuk membuka konstruksi perkara secara terang benderang.
"Untuk hukum yang berkeadilan, semua pihak yang terlibat wajib dihadirkan. Jangan ada yang dilindungi,” pungkasnya. (red)
