MADINA, HASTARA.ID — Dua produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Mandailing Natal (Madina) yakni CV Bin Siti Rahmah pemilik merek Alabana dan UD Amasae pemilik merek Amasae, digugat ke Pengadilan Negeri Madina atas dugaan produksi dan peredaran air minum tanpa izin resmi BPOM.
Gugatan ini diajukan CV Madina Murni, produsen AMDK merek Madina Murni, melalui kuasa hukumnya Immawan Qori Tamimy Daulay, SH bersama Agus Nardi, SH, MH dan Kiboma, SH dari OASE Law Office, tertanggal 20 Oktober 2025.
Dalam keterangannya, Immawan Qori Tamimy Daulay menegaskan bahwa praktik produksi dan peredaran AMDK tanpa izin merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pangan dan Peraturan BPOM.
"Kami sudah menelusuri dan menemukan bahwa dua produsen ini sudah lama beroperasi tanpa memiliki Izin Penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dari BPOM. Artinya, produk mereka tidak memenuhi standar keamanan pangan," ujar Immawan Qori kepada wartawan, Rabu (22/10).
Menurut Immawan, praktik tersebut jelas melanggar Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang mewajibkan setiap pelaku usaha pangan olahan memiliki izin edar, serta Pasal 3 Ayat (1) Peraturan BPOM Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Izin CPPOB.
"Pelanggaran ini bukan sekadar administratif. Ini menyangkut keselamatan publik dan keadilan usaha. Karena itu kami membawa perkara ini ke jalur hukum," tegasnya.
Selain menggugat dua produsen tersebut, CV Madina Murni juga menarik BPOM, Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) BSPJI Medan, dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Mandailing Natal sebagai turut tergugat, karena diduga lalai menjalankan fungsi pengawasan.
Immawan mengungkapkan, sejak 2016 kedua produsen air tersebut tetap beroperasi tanpa izin CPPOB. Namun, hingga kini belum pernah ada tindakan tegas dari instansi terkait.
"BPOM punya kewenangan pengawasan pra dan pasca edar, LSPro memiliki tugas surveilen terhadap standar SNI, dan Dinas Perdagangan wajib melakukan pembinaan serta pengawasan. Tapi faktanya, tidak ada tindakan nyata. Ini kelalaian yang berdampak langsung pada pelaku usaha legal seperti klien kami,” ujarnya.
Ia menyebutkan, gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) tersebut dilayangkan bukan hanya untuk melindungi hak kliennya, tetapi juga menegakkan prinsip persaingan usaha sehat dan perlindungan konsumen.
Akibat maraknya AMDK tanpa izin di pasaran, kata Immawan, usaha legal seperti Madina Murni mengalami kerugian signifikan, baik dari sisi ekonomi maupun reputasi.
"Ketika pelaku usaha ilegal menjual produk tanpa standar keamanan, selain merusak pasar, mereka juga membahayakan kesehatan masyarakat. Ini tidak bisa dibiarkan," tegasnya.
Ia berharap, majelis hakim di PN Madina dapat menilai dengan objektif seluruh bukti dan fakta hukum yang telah diajukan.
"Kami menuntut agar pengadilan menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan memerintahkan penghentian kegiatan produksi serta peredaran AMDK tanpa izin," pungkasnya. (rel)
