MEDAN, HASTARA.ID — Pemerintah Kota Medan memanfaatkan program penanggulangan banjir dari Kementerian Pekerjaan Umum lewat Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS). Proyeknya bernama kolam detensi di Jalan Abdul Hakim, Kecamatan Medan Selayang.
Demikian terungkap dalam kunjungan pihak Kementerian PU, BWSS II, dan perangkat daerah terkait Pemko Medan di lokasi kolam retensi Medan Selayang, Selasa, 18 November 2025. Wali Kota Medan Rico Waas turut hadir dalam kesempatan tersebut.
Kolam detensi ini merupakan bagian dari pengembangan kolam retensi di Medan Selayang. Harapannya mampu mengurangi debit air ketika hujan deras melanda Kota Medan, terkhusus di wilayah Medan Selayang. Proyek ini akan didanai oleh Bank Dunia (World Bank) dan mulai dikerjakan pada tahun depan. Anggaran yang digelontorkan senilai Rp15 miliar.
Dalam peninjauan bersama lintas instansi itu, staf BWSS II, Feriyanto, secara terbuka menyampaikan bahwa kolam detensi tidak akan mampu menghilangkan banjir Kota Medan sepenuhnya. Menurutnya, kapasitas reduksi hanya berkisar 10–15 persen, bahkan dalam skenario terbaik pun banjir tetap berpotensi terjadi.
“Impossible Medan tidak banjir. Paling 70–80 persen mereduksi untuk kejadian tertentu. Hujan sedikit saja sekarang sudah was-was,” ujar Feriyanto di hadapan wali kota dan perwakilan World Bank.
Pernyataan ini kembali menegaskan persoalan klasik di Medan: investasi infrastruktur penanganan banjir yang besar, tapi efektivitasnya tak sebanding dengan ekspektasi publik.
Target Rampung 2027
Perwakilan World Bank, lembaga yang mendanai proyek ini, menyampaikan bahwa konstruksi dijadwalkan dimulai April 2026 setelah proses lelang Januari–Maret 2026. Proyek ditargetkan selesai pada September 2027, dengan efek reduksi banjir diperkirakan menjalar hingga kawasan Sei Sikambing–dr Mansyur.
"Efeknya 10–15 persen. Itu pun masih bergantung pada kondisi sungai dan kapasitas drainase,” ungkap perwakilan World Bank.
Rico Waas berharap kompleksitas Kota Medan dan tingginya jumlah warga terdampak banjir membuat proyek ini diprioritaskan oleh World Bank.
"Medan kota metropolitan, tapi banjir masih jadi masalah menahun. Harapannya bisa direduksi melalui tahapan yang sudah direncanakan,” katanya.
Rico juga menyebut rencana pembangunan Medan Fload Control, Floodway Lau Simeme, Badera, dan Selayang, yang masih dalam tahap pembahasan bersama BWSS.
Saat disinggung mengenai kolam retensi USU–dr Mansyur yang dinilai gagal mengurangi banjir, Rico tak membantah kondisi tersebut. Ia menjawab diplomatis bahwa Kolam Retensi Selayang menjadi 'harapan baru' dalam memperbaiki penanganan banjir.
"Mudah-mudahan bisa efektif,” ucapnya. Termasuk mengenai integrasi Medan Urban Development Project (MUDP) dengan program penanggulangan banjir lainnya, Rico kembali menyebut berbagai formulasi inilah yang akan coba pihaknya temukan guna mencari solusi terbaiknya.
Kasatker BWSS, Doni Hermawan, menjelaskan bahwa proyek Kolam Detensi Selayang akan mencakup pengerukan sedalam lima meter, penataan lanskap, dan perluasan area tampungan air hingga 100.000 meter persegi. Disebut dia anggaran yang akan dialokasikan untuk pembangunannya sekitar Rp15 miliar lebih.
Proyek ini dijadwalkan mulai Januari dan selesai Desember 2026, sebelum masuk tahap normalisasi 4 kilometer alur Sungai Selayang—bagian kritis yang hingga kini masih terkendala pembebasan lahan.
"Utamanya memotong puncak banjir 10–15 persen. Tapi untuk optimal, harus ada program lanjutan dan normalisasi sungai,” tegas Dony.
Plt Kepala Dinas SDABMBK Medan, Gibson Panjaitan, merespon positif proyek kolam detensi Selayang sebagai upaya pihaknya dalam menanggulangi banjir menahun yang terjadi di Ibukota Provinsi Sumut.
Menurut dia, selain di Selayang, proyek serupa juga akan dibangun di Kecamatan Medan Labuhan.
"Besok kami masih mendampingi pihak kementerian untuk meninjau lokasinya, diperkirakan anggarannya mencapai Rp20 miliar lebih," ucapnya. (prn)
