![]() |
Kadisdik Sumut, Alexander Sinulingga (kiri), anak buah Bobby Nasution terus mendapat kritik tajam publik sekaitan kebijakan lima hari sekolah mulai tahun ajaran 2025/2026. Istimewa |
“Hahaha, kayaknya Pak Bobby ingin membuat kebijakan populer seperti Dedi Mulyadi di Jawa Barat. Sayangnya, kebijakan ini tidak menarik. Apalagi alasannya sangat lawak-lawak,” kata Abyadi Siregar melalui pernyataan tertulis kepada Hastara.id, Minggu (8/6/2025).
Menurut Abyadi, dalam kerangka otonomi daerah memang pemerintah provinsi memiliki kewenangan mengatur pendidikan. Namun, kebijakan tersebut seharusnya dirumuskan secara matang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Jangan menafsirkan kewenangan ini secara kebablasan. Dinas Pendidikan memiliki peran strategis untuk memberikan masukan yang benar kepada gubernur agar keputusan yang diambil tepat,” tegasnya.
Direktur MATA Pelayanan Publik—lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pelayanan publik—itu menyoroti alasan penerapan sekolah lima hari yang dinilainya menggelikan.
“Alasannya agar murid punya lebih banyak waktu bersama orang tua, dan alasan yang lebih lucu lagi katanya untuk mendukung pariwisata Sumut,” ujar Abyadi sambil tertawa.
Menurut dia, kedua alasan tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
“Itu bukan bagian dari mendorong murid lebih giat belajar atau mencerdaskan generasi bangsa. Justru lebih memberi ruang anak-anak untuk santai dan bermain,” ujarnya.
![]() |
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara periode 2013-2023, Abyadi Siregar ikut bersuara lantang merespon kebijakan sekolah lima hari oleh Gubernur Sumut. Istimewa |
Ia juga menilai, orang tua justru menginginkan anak-anak lebih banyak waktu di sekolah agar aktivitas mereka lebih terarah dan di bawah pengawasan guru.
“Dengan sekolah hanya lima hari, anak-anak punya lebih banyak waktu bermain, santai, atau keluyuran. Ini justru membuat mereka semakin nakal,” katanya.
Terkait alasan untuk mendukung pariwisata, Abyadi tak bisa menahan tawa.
“Ini alasan apa? Maksudnya gimana? Apakah dengan libur hari Sabtu, anak-anak akan berwisata bersama keluarga sehingga kunjungan wisatawan meningkat? Kalau ini alasannya, ini benar-benar konyol. Lawak-lawak,” katanya.
Kaji Ulang
Lebih lanjut, Abyadi menekankan perlunya kajian mendalam sebelum kebijakan ini ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub).
“Dinas Pendidikan di bawah kepemimpinan Alexander Sinulingga harus segera mengundang semua stakeholders pendidikan. Pak Gubernur harus diberi masukan yang benar agar keputusan yang diambil tepat,” ujarnya.
Menurut Abyadi, kebijakan di bidang pendidikan harus diarahkan untuk mendorong prestasi akademik siswa. Misalnya, mengembangkan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal, menyesuaikan kurikulum dengan potensi daerah, serta meningkatkan kualitas pendidikan dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
“Yang lebih penting lagi, Dinas Pendidikan harus cepat merespons kebutuhan masyarakat. Contohnya, persoalan pungutan liar yang kerap terjadi, terutama saat tahun ajaran baru. Itu keresahan yang sudah lama,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan persoalan klasik terkait minimnya jumlah sekolah yang menyebabkan pembelajaran masih dibagi menjadi dua sesi: pagi dan sore.
“Ini terjadi karena jumlah sekolah belum mencukupi. Ini mestinya jadi kajian penting,” kata Abyadi.
Abyadi menutup komentarnya dengan harapan agar kebijakan sekolah lima hari tidak dijadikan alasan terselubung untuk efisiensi anggaran.
“Jangan sampai kebijakan ini mengurangi anggaran pendidikan dan dialihkan ke sektor lain. Jangan korbankan pendidikan demi kepentingan lain,” pungkasnya. (has)