![]() |
Kantor Kejaksaan Negeri Medan Jalan Adinegoro Nomor 5, Medan. Istimewa |
MEDAN, HASTARA.ID — Tujuh tahun sudah kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menyeret nama Suriyani alias Li Hui di Medan belum juga menemukan titik terang. Sejak dilaporkan pada Maret 2019, korban Fitryah (41) masih menanti keadilan yang tak kunjung tiba.
Berdasarkan putusan Praperadilan Nomor 3/Pid.Pra/2022/PN Medan, penghentian penyidikan terhadap laporan polisi LP/528/III/2019/SPKT dinyatakan tidak sah. Hakim memerintahkan Polrestabes Medan untuk melanjutkan penyidikan dan segera melimpahkan perkara ke jaksa penuntut umum.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan mengungkapkan hingga kini belum menerima berkas yang lengkap (P-21) meski penyidik Polrestabes Medan telah beberapa kali mengirimkan berkas.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Medan, Deny Marincka, mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan petunjuk agar penyidik melengkapi alat bukti perkara.
“Petunjuk hanya satu kali. Jika penyidik tidak bisa memenuhinya, maka dilakukan koordinasi. Kalau hasil koordinasi belum juga lengkap, maka berkas dikembalikan untuk menentukan sikap,” ujarnya menjawab wartawan, Senin (2/6/2025).
Deny mengungkapkan meskipun penyidik sudah berulang kali mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), berkas yang dikirim justru hanya memuat hasil berita acara pemeriksaan (BAP) lama yang sebelumnya telah dihentikan (SP3).
“Jaksa yang menangani kasus ini sampai empat kali berganti. Tetapi isinya itu-itu saja,” ujar dia.
Ia menegaskan pihak kejaksaan tidak memiliki kewenangan untuk mengambil alih penyidikan pidana umum kecuali perkara korupsi.
"Penyidikan itu wewenang Polri. Kami tidak bisa melakukan penyidikan tambahan,” kata Deny.
Terkait tudingan adanya intervensi jaksa lama dalam ekspose berkas di Kejari Medan, Deny membantahnya.
“Ekspose itu justru dilakukan untuk mendengarkan pendapat semua pihak secara transparan,” tegasnya.
Di sisi lain, terbitnya surat penghentian penyidikan (SP3) hasil rekomendasi gelar perkara di Ditreskrimum Polda Sumut pada 19 November 2020 menambah kerumitan perkara ini. SP3 tersebut dikeluarkan atas laporan polisi: LP/528/III/2019/SPKT tanggal 8 Maret 2019.
Berdasarkan catatan, penyidik telah menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) hingga 15 kali, sejak Maret 2019 hingga Oktober 2021. Namun, proses hukum tetap berjalan lambat.
Penyidik sebelumnya telah menetapkan Suriyani alias Li Hui sebagai tersangka pada 27 Februari 2023, namun hingga kini ia belum ditahan. Padahal, jauh sebelum SP3, Suriyani kerap dipanggil secara patut tetapi tidak pernah hadir tanpa keterangan yang sah.
Ironisnya, ketika penyidik berusaha mengurai aliran dana yang menjadi inti perkara, saksi Soh Liang Seng alias Aseng tidak memberikan kuasa untuk membuka rekening koran di BCA, sehingga proses penyelidikan semakin terhambat.
Kerugian korban Fitryah sendiri cukup besar, yakni berupa kartu kredit ANZ, Citibank, BCA, Ringgit Malaysia RM 13.000, Dolar Singapura S$2.000, Renminbi Yuan 10.000, perhiasan emas total lebih dari 100 gram, serta barang-barang berharga lainnya.
Menurut suami korban, masih ada beberapa korban lain yang menderita kerugian hingga miliaran rupiah namun enggan melapor lantaran lambannya penanganan kasus.
“Seharusnya jaksa dapat membantu meningkatkan kualitas penyidikan agar berkas perkara lengkap dan tidak ada kesalahan prosedur,” ujarnya. (rel)