![]() |
Suasana unjukrasa puluhan pekerja Proyek Revitalisasi Stadion Teladan Medan, Sabtu (19/7/2025), menuntut hak mereka yang belum dibayarkan selama satu setengah bulan. Istimewa/Hastara.id |
Kondisi ini dikeluhkan oleh Marto (43), seorang pekerja asal Pulau Jawa yang kini terpaksa bertahan dengan segala keterbatasan. Ia mengatakan haknya sebagai buruh tak kunjung dibayarkan meski sudah hampir dua bulan bekerja.
“Sudah hampir dua bulan kami nggak digaji. Bagaimana saya bisa kirim uang ke keluarga? Untuk makan saja kami kesusahan,” keluh Marto, Sabtu (19/7/2025), saat berunjukrasa di areal proyek tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa setiap kali mempertanyakan gaji kepada pengelola proyek, jawaban yang diterima hanya permintaan agar sabar.
"Kami disuruh sabar, Bang. Tapi cicilan dan kebutuhan keluarga tidak bisa diajak sabar," imbuhnya dengan nada getir.
Menjerit
Keluhan serupa disampaikan Risna, pemilik usaha katering lokal yang menjadi rekanan proyek. Ia mengaku belum dibayar meski sudah berkali-kali menagih ke pihak pemborong.
“Kami ini UMKM kecil. Modal kami terbatas. Kalau terus begini, kami mau usaha pakai apa lagi? Sudah tak ada modal,” ujarnya kecewa.
Risna menegaskan bahwa keterlambatan pembayaran bukan hanya menyulitkan pelaku usaha kecil seperti dirinya, tapi juga bisa memicu efek domino terhadap keberlangsungan ekonomi lokal.
'Kartu Kuning'
Persoalan ini memperpanjang daftar carut-marut pengerjaan proyek strategis di Kota Medan yang sebelumnya juga mendapat perhatian serius dari DPRD Sumatera Utara.
Anggota DPRD Sumut dari Dapil I, Landen Marbun, menyoroti pengadaan score board atau papan skor Stadion Teladan senilai Rp11,7 miliar yang tidak ditemukan fisiknya di lapangan, meski dalam laporan disebut telah rampung.
“Kami tidak menemukan fisik score board padahal dilaporkan sudah selesai,” tegas Landen.
Score board tersebut merupakan bagian dari alokasi dana bantuan APBD Sumut 2024 untuk proyek Stadion Teladan dengan total anggaran mencapai Rp70 miliar.
Tak hanya itu, DPRD juga mencatat proyek Medan Islamic Centre yang hingga kini belum bisa digunakan, meski bangunan masjid sudah memasuki tahap finishing. Jalan akses menuju lokasi masih berlumpur dan dipenuhi abu, menghambat aktivitas warga.
“Ini harus menjadi perhatian serius agar masyarakat bisa mulai menikmati Islamic Medan Centre pada tahun 2026,” ujar Landen.
Proyek Islamic Medan Centre sendiri dikerjakan secara multi-years dengan nilai anggaran fantastis mencapai Rp393 miliar di atas lahan seluas 22 hektare.
Anggota DPRD Sumut lainnya, Benny Sihotang, turut menyinggung Proyek Revitalisasi Lapangan Merdeka yang menyerap anggaran sebesar Rp497 miliar. Ia tidak merinci temuan khusus, namun mengapresiasi manfaat proyek tersebut bagi warga Medan.
"Kami berharap ada dukungan tambahan anggaran untuk membangun jalan bawah tanah di kawasan itu,” katanya.
Dalam paripurna di gedung DPRD Sumut pada Rabu lalu, legislatif memberikan 'kartu kuning' atas sejumlah mega proyek di Kota Medan yang dibangun di masa Wali Kota Bobby Nasution.
Berdasarkan catatan wartawan, sejak diresmikan Bobby Nasution pada 19 Februari 2025, proyek Lapangan Merdeka belum rampung sepenuhnya. Area basement kerap tergenang banjir hingga dijuluki warga "kolam lele".
Proyek ini menjadi bagian dari sejumlah pekerjaan publik yang dinilai bermasalah selama masa kepemimpinan Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan. Beberapa di antaranya sempat viral di media sosial seperti "Lampu Pocong", keramik jalan rusak, kolam retensi USU yang tak berfungsi optimal, hingga proyek Revitalisasi Kebun Bunga yang menjadi temuan BPK RI senilai Rp687 juta.
Kini, publik menanti sikap tegas dari Pemprov Sumut dan Pemko Medan atas berbagai persoalan tersebut, terutama pemenuhan hak pekerja dan penegakan transparansi dalam proyek-proyek strategis. (has)