-->

Boby Lovers Dituding 'Makelar Proyek' di Sumut: Jual Nama Gubernur, Patok 22 Persen Hingga Pakai 'Tangan' APH

Sebarkan:

 

Bendahara Boby Lovers Deli Serdang (empat dari kiri) saat memberikan dukungan terhadap Asri Ludin Tambunan di Pilkada Serentak 2024 lalu. Istimewa/Hastara.id 

MEDAN, HASTARA.ID — Aksi relawan Bobby Nasution yang tergabung dalam Boby Lovers, meresahkan masyarakat terutama bagi mereka yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

Kelompok pendukung Bobby Nasution dan Surya saat Pilgub Sumut 2024 itu, disebut-sebut telah menjadi 'makelar proyek' pada hampir semua pemerintah daerah (pemda) di Sumut.

Aksi mereka tersebut sudah dimulai sejak Topan Obaja Putra Ginting resmi dilantik Gubernur Bobby sebagai Kepala Dinas PUPR Sumut. Bahkan sejak Topan Ginting 'dicekok' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kini sudah 'gol', aksi kelompok Boby Lovers ini justru semakin ganas.

"Sah saja kalau mereka mau berbisnis namun tidak harus menjual nama gubernur. Juga menggunakan 'tangan' APH (aparat penegak hukum) sebagai alat mendapatkan proyek," ujar sumber yang minta identitasnya dirahasiakan kepada wartawan, Rabu (6/8/2025). 

Salah satu daerah yang sangat mencolok pengaruh kelompok ini sebagai 'makelar proyek' yakni Kabupaten Deli Serdang. Hal tersebut diakui sumber pernah disaksikan dan dirasakannya secara langsung. 

"Apakah ini ada persengkokolan atau justru bupatinya sudah ditakut-takuti. Sah saja jika bupati ingin membalas jasa politik kepada kelompok relawan, namun tidak harus dengan cara picik seperti itu," ungkap dia. 

Gilanya lagi, imbuh sumber, bahwa setiap proyek yang sudah mereka dapat tersebut bukan justru dikerjakan sendiri, melainkan dijual kembali ke pihak lain. Ia menyebut, pihak yang ingin mendapatkan proyek dari Boby Lovers, harus membayar 22 persen dari total nilai pekerjaan. 

"Kalau sudah demikian, mau dari mana lagi keuntungan yang didapat oleh rekanan seperti kami ini. Kemudian dari aspek visi misi kepala daerah, pembangunan seperti apalagi yang mau diharapkan. Lihat saja saat ini, belum ada kegiatan yang sudah berjalan optimal di Sumut terkhusus di Deli Serdang," ujarnya. 

Ia mengingatkan kepala daerah se-Sumut supaya visi misi dan program kerja mereka terealisasi, jangan mau ditakut-takuti oleh relawan yang mengatasnamakan gubernur.  Jika mereka ingin berbisnis maka lakukanlah secara profesional dan mengikuti aturan yang berlaku. 

"Hebatnya lagi mereka pernah sampaikan, setiap proyek harus melalui mereka bukan lewat kepala dinas (PUPR). Itu malah di masa Topan Ginting dulu. Lantas apa urgensinya kami berurusan sama mereka, sedangkan yang punya tanda tangan adalah kadis?" ungkap sumber.

Selain di Deli Serdang, kondisi serupa diamini sumber turut terjadi pada sejumlah kabupaten/kota lain di Sumut. Baik motif ataupun cara-cara yang digunakan kerap 'menjual' label gubernur maupun APH. 

"Gubernur dan beberapa kepala daerah tentu kami harapkan tidak tinggal diam menyikapi kondisi ini. Kalau benar cuma menjual-jual nama maka perlu segera ditertibkan. Sebab kalau ini dibiarkan berlarut-larut, jangan salahkan publik menilai Gubsu merestui aktivitas elemen relawannya, atau bahkan bersekongkol dengan bupati/wali kota untuk tujuan dimaksud. Sebab hal ini juga mereka lakukan pada perizinan yang berkaitan dengan pemerintah," pungkasnya.

Bantah

Dedi Siswanto, Bendahara Boby Lovers Kabupaten Deli Serdang, membantah tudingan yang menyebut pihaknya membawa nama organisasi dan Gubsu Bobby untuk menjadi makelar proyek. Ia menegaskan, selama ini tidak pernah membawa bendera Boby Lovers dalam aktivitas yang berkaitan dengan proyek di wilayah Deli Serdang. 

“Kok bisa kayak gitu ya. Jadi sampai saat ini pun, kami tidak pernah membawa bendera itu (Boby Lovers)," ujarnya menjawab konfirmasi wartawan, Jumat (8/7).

Ia malah terkesan 'melempar bola panas' ini ke organisasi tingkat Sumut. 

"Kalau di provinsi (soal cerita makelar proyek) ini, kami sudah dapat info. Bahwasanya untuk BBL (Barisan Boby Lovers) itu sudah garis merah," ujarnya tanpa mau merinci garis merah yang dimaksud seperti apa. 

Oleh karenanya ia memilih tidak terlalu aktif dalam kegiatan yang dicanangkan Boby Lovers Sumut seperti baru-baru ini di Kabupaten Dairi. 

"Makanya kami pun tidak terlalu aktif dan heran juga kenapa dialamatkan ke kami informasi soal ini," ujarnya. 

Dedi Siswanto juga menegaskan tidak benar bahwa sampai mematok 22 persen dari setiap proyek yang didapat untuk dijual lagi ke pihak pemborong di luar lingkar mereka. Bahkan melibatkan 'tangan' APH sebagai upaya 'menakut-nakuti' kepala daerah atau kadis demi mendapatkan proyek. 

"Tidak benar (tudingan) itu semua, bang. Kita gak pernah bawa bendera (Boby Lovers) itu. Kita hanya bawa nama rekanan tetap kita saja," pungkasnya. (has)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini