![]() |
Lima mahasiswa USU menghadirkan inovasi lewat program PKM-PM Mangroveer di Desa Lubuk Kasih, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Istimewa/Hastara.id |
Lewat program PKM-PM Mangroveer, lima mahasiswa USU menghadirkan inovasi bertajuk “Mangrove Eco-Revolution: Transformasi Mangrove Lubuk Kasih Menjadi Pangan dan Biochar”. Mereka adalah Ricabella Aprilla Hutauruk, Mei Edis Siahaan, Anggata, Afwan Hafizullah, dan Hottua Sihaloho, dengan bimbingan dosen Doni Aldo Siahaan, SSi, MSi.
Di Desa Lubuk Kasih, Kabupaten Langkat, tim ini mengolah mangrove menjadi berbagai produk pangan bernilai tinggi, seperti keripik, cookies, sirup, hingga selai. Sementara batang dan ranting mangrove yang sudah rusak diubah menjadi biochar, arang hayati yang mampu memperbaiki kualitas tanah, menyuburkan tanaman, sekaligus menjaga ekologi.
“Ekologi kita jaga, pangan terjaga,” bukan sekadar jargon, melainkan semangat yang mereka wujudkan dalam aksi nyata.
![]() |
Lima mahasiswa USU program PKM-PM Mangroveer diabadikan bersama aparatur Desa Lubuk Kasih. Istimewa/Hastara.id |
Libatkan Ibu-ibu PKK
Program ini tidak hanya berfokus pada produk, tetapi juga pemberdayaan masyarakat. Bersama ibu-ibu PKK Desa Lubuk Kasih, tim Mangroveer memberikan pelatihan mengolah mangrove menjadi produk bernilai jual. Hasilnya, warga kini memiliki keterampilan baru sekaligus peluang usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
Identitas desa pun perlahan berubah. Lubuk Kasih tidak lagi sekadar desa pesisir, melainkan mulai dikenal sebagai desa yang menjaga lingkungan sambil membangun kemandirian pangan dan energi.
Inspirasi untuk Nusantara
Inovasi Mangroveer diharapkan menjadi inspirasi bagi desa-desa pesisir lain di Indonesia. Dengan potensi mangrove yang melimpah di sepanjang garis pantai Nusantara, peluang untuk menghadirkan pangan alternatif dan energi terbarukan sangat terbuka.
“Jika setiap desa pesisir mampu memanfaatkan mangrove secara berkelanjutan, bukan hanya desa tersebut yang terangkat, tapi juga Indonesia secara keseluruhan,” ujar perwakilan tim Mangroveer, Mei Edis Siahaan.
Di tengah tantangan perubahan iklim dan kebutuhan pangan berkelanjutan, langkah mahasiswa USU ini menjadi jawaban konkret dari generasi muda. Mereka membuktikan bahwa menjaga lingkungan tidak berarti mengorbankan ekonomi. Sebaliknya, ekologi yang lestari justru membuka jalan bagi kesejahteraan masyarakat.
Pada akhirnya, jargon “Ekologi kita jaga, pangan terjaga” benar-benar hidup di Desa Lubuk Kasih — menjadi bukti bahwa gerakan kecil anak muda bisa memicu perubahan besar menuju masa depan yang lebih hijau, mandiri, dan berkelanjutan. (rel/has)