-->

Kawasan Citra Land Diduga Hasil Penggelapan Aset Negara, LIRA: Usut Tuntas

Sebarkan:

 

Penampakan malam hari kawasan CitraLand Gama City Medan di Jalan Medan Estate, Deli Serdang. Istimewa/Hastara.id

MEDAN, HASTARA.ID — Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat Sumatera Utara mengungkap adanya dugaan penggelapan aset negara yang melibatkan PT Perkebunan Nusantara II (PTPN2). 

Modus yang disinyalir digunakan, yakni melalui skema inbreng (penyertaan modal) dan kepemilikan silang (cross holding) pada sejumlah anak perusahaan hingga berujung pada pengembangan kawasan perumahan mewah Citra Land.

Sekretaris Wilayah LSM LIRA Sumut, Andi Nasution, mengatakan dugaan praktik tersebut bermula dari inbreng PTPN2 berupa lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas sekitar 8.077 hektare kepada anak perusahaannya, PT Nusa Dua Propertindo (NDP).

“Sejak dilakukan inbreng, lahan tersebut tidak lagi tercatat sebagai aset negara, melainkan sebagai kekayaan PTPN2. Padahal, PT NDP bukan BUMN karena sahamnya tidak dimiliki negara secara langsung,” ungkap Andi lewat pernyataan tertulis, Sabtu (31/8/2025).

Menurutnya, pada 25 Juni 2020, pemegang saham PT NDP menyetujui Perjanjian Transaksi Proyek Kota Deli Megapolitan. Sehari kemudian, PTPN2 menandatangani perjanjian kerja sama usaha patungan dengan PT Ciputra KPSN untuk pembangunan kawasan residensial.

“Berdasarkan perjanjian itu, lahirlah PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) pada 8 September 2020, dengan PT Ciputra KPSN sebagai pemegang saham mayoritas,” ujarnya.

Selanjutnya, pada 11 November 2020, diteken Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) antara PTPN2, PT NDP, dan PT DMKR. Dalam perjanjian itu disebutkan PT NDP menyediakan lahan seluas 8.077 hektare, di antaranya 2.514 hektare dialokasikan untuk kawasan residensial, sementara PT DMKR bertugas membangun dan mengelola kawasan tersebut.

Andi menyebut, hasil penelusuran LIRA juga menemukan indikasi cross holding

“Di satu sisi, PTPN2 memiliki hampir 99 persen saham di PT NDP. Di sisi lain, PTPN2 juga memiliki saham di PT DMKR, meski tidak sebesar PT Ciputra KPSN,” ujarnya.

Selain itu, kata Andi, tanggungjawab perubahan status lahan dari HGU menjadi HGB sepenuhnya berada di tangan PT NDP. Setelah status berubah, PT DMKR menerima HGB dalam kondisi bersih untuk pembangunan.

“Seolah-olah PT NDP hanya menjadi perusahaan boneka guna memuluskan pengalihan lahan HGU. Apalagi ada surat persetujuan pemegang saham PT NDP yang sejatinya adalah PTPN2 sendiri,” tegasnya.

Ia mempertanyakan bagaimana aset negara bisa berubah status lalu dikerjasamakan tanpa keterlibatan negara sebagai pemilik sah. Padahal, menurutnya, PTPN2 sebetulnya bisa melakukan kerja sama langsung sesuai regulasi yang berlaku tanpa harus melibatkan pihak lain.

“Dari fakta-fakta ini, LIRA menduga kuat telah terjadi penggelapan aset negara. Kami juga meyakini persoalan ini melibatkan elit di tingkat pusat, sehingga kami mendukung penuh langkah Kejaksaan dalam mengusut tuntas kasus ini,” pungkasnya. (has)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini