![]() |
Tokoh Pemuda Tabagsel, Anwar Fahmi Siregar. Istimewa/Hastara.id |
MEDAN, HASTARA.ID — Keresahan masyarakat Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) atas minimnya perhatian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kembali mencuat. Kali ini, suara lantang datang dari tokoh pemuda Tabagsel, Anwar Fahmi Siregar, yang menilai sudah saatnya Tabagsel berdiri sendiri dan lepas dari Sumut.
Menurut Anwar, Tabagsel memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Mulai dari tambang emas di Mandailing Natal, pembangkit listrik panas bumi, perkebunan sawit luas, potensi energi air, hingga garis pantai yang panjang. Selain itu, kawasan ini juga menyimpan kekayaan ekologis berkelas dunia, seperti habitat Harimau Sumatera dan Orangutan Tapanuli di Batang Toru serta Taman Nasional Batang Gadis.
“Tabagsel ini sangat kaya. Pajak dari wilayah kami mengalir ke pusat dan provinsi, tapi yang kembali ke masyarakat justru kemiskinan, pendidikan tertinggal, rumah sakit tidak layak, jalan-jalan rusak parah. Jadi wajar kalau kami berpikir Tabagsel sebaiknya berdiri sendiri sebagai provinsi,” tegas Anwar Fahmi kepada wartawan, Selasa (30/9).
Ia menilai, keberadaan plat kendaraan bermotor BB yang digunakan di Tabagsel merupakan bukti sejarah bahwa sejak masa kolonial Belanda, kawasan ini memang terpisah dari Sumut. Namun, menurutnya, simbol tersebut sering diabaikan.
“Kalau Langkat banyak mobil BL (Aceh), Palas dan Labusel banyak BM (Riau), Mandailing banyak BA (Sumbar), itu hal biasa. Tapi anehnya, plat BB yang asli Tabagsel justru kerap tak dianggap,” ujarnya.
Kekecewaan masyarakat Tabagsel semakin memuncak setelah proyek pembangunan jalan di Sipiongot mangkrak akibat kasus hukum. Proyek strategis yang seharusnya menjadi urat nadi transportasi itu gagal terwujud karena dugaan korupsi.
“Ini bukti nyata, Tabagsel bukan prioritas. Jalan vital saja bisa gagal karena ulah oknum, sementara rakyat kami tetap sengsara,” tambahnya.
Anwar menegaskan, aspirasi agar Tabagsel menjadi provinsi baru bukan sekadar emosi, tetapi tuntutan nyata masyarakat yang muak dengan ketidakadilan pembangunan.
“Kalau pemerintah provinsi tetap abai, lebih baik Tabagsel menentukan nasib sendiri. Kami tidak kekurangan modal sosial maupun sumber daya untuk mandiri,” katanya.
Ia juga menyoroti buruknya pelayanan publik di Tabagsel yang tertinggal dibandingkan daerah tetangga.
“Pelayanan Samsat di Riau atau Sumbar jauh lebih baik. Ironis, kami yang kaya malah dibuat miskin di rumah sendiri,” sindir dia.
Menutup pernyataannya, Anwar mengajak seluruh elemen masyarakat Tabagsel bersatu memperjuangkan keadilan pembangunan.
“Kalau Sumut tidak sanggup mengurus Tabagsel, biarkan kami urus diri sendiri. Tabagsel harus merdeka,” pungkasnya. (red)