-->

Wow! Aliran Dana Suap Proyek Jalan Mengalir ke Mantan Kadis PUPR Sumut Mulyono Rp2,38 Miliar

Sebarkan:

 

Mulyono melayani wawancara wartawan sewaktu baru dilantik sebagai Kadis PUPR Sumut oleh Penjabat Gubernur Hassanudin di Aula Tengku Rizal Nurdin, Jumat, 1 Maret 2024. Hasby/Hastara.id 

MEDAN, HASTARA.ID — Persidangan kasus dugaan suap proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara kembali menguak praktik gelap di balik pengadaan paket kegiatan pemerintah. 

Fakta mencengangkan itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara dengan terdakwa Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Group (DNG), Akhirun Piliang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Rabu (15/4/2025).

Dalam persidangan, bendahara PT DNG, Mariam, membeberkan bahwa perusahaan tempatnya bekerja secara sistematis menyalurkan uang suap kepada sejumlah pejabat dinas, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Tujuannya: mengamankan proyek-proyek yang dibiayai APBD.

“Dana kepada Mulyono sebesar Rp2,380 miliar, benar ini?” ujar Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu dengan nada tajam. “Benar, Yang Mulia,” ujar Mariam tegas.

Ia menambahkan, selama 2024 saja, aliran uang haram mencapai Rp14 miliar lebih, mengalir ke berbagai pejabat daerah. Di antaranya, mantan Kadis PUPR Sumut Mulyono (Rp2,38 miliar), mantan Kadis PUPR Mandailing Natal Elpi Yanti Harahap (Rp7,27 miliar), mantan Kadis PUPR Padangsidimpuan Ahmad Juni (Rp1,27 miliar), serta pejabat Dinas PUPR Padanglawas Utara bernama Hendri (Rp467 juta) dan PPK bernama Ikhsan (Rp1,5 miliar).

“Masih ada pihak lain yang menerima, tapi jumlahnya tidak saya hafal,” ucap Mariam di hadapan majelis.

Kesaksian Mariam membuat suasana ruang sidang menegang. Hakim Khamozaro Waruwu menilai keterangan itu cukup serius untuk membuka pintu penyidikan baru.

“Dengan catatan seterang ini, penyidik KPK harus menindaklanjuti secara menyeluruh. Bahkan, kalau perlu, perkara ini dilimpahkan ke Kejaksaan Agung agar seluruh penerima suap bisa diusut,” kata Khamozaro tegas.

Fakta lebih mengejutkan lagi, Komisaris PT DNG, Taufik Hidayat Lubis, mengaku perusahaannya memiliki stempel resmi Dinas PUPR Sumut dan UPTD Gunungtua. Fakta ini membuka dugaan keterlibatan oknum dinas dalam manipulasi dokumen proyek.

Taufik juga menyebut bahwa PT DNG bekerjasama dengan PT Rona Na Mora (RNM) milik Rayhan Dulasmi Piliang, serta dua perusahaan lain yang masih dalam kendalinya—PT Prima Duta dan CV Prima Duta—untuk memenangi tender proyek pemerintah.

Saat dicecar lagi soal aliran uang tunai Rp1,3 miliar di kantor pusat Bank Sumut, Taufik mendadak 'lupa'. Ia bahkan mengaku tidak mengenal penerima uang tersebut.

“Bagaimana mungkin Anda menyerahkan uang sebesar itu kepada orang yang tidak dikenal?” bentak Hakim Khamozaro.

Terdakwa Akhirun pun mencoba berkelit, menyebut uang tersebut sebagai 'pinjaman' untuk seseorang bernama Lunglung, dengan kode transaksi ‘Sipiongot DP 7,5’.

Fokus ke Pemberi Suap

Usai persidangan, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku bahwa temuan terkait penerima uang Rp1,3 miliar di Bank Sumut belum menjadi fokus perkara.

“Untuk poin itu belum masuk dalam ranah sidang kali ini. Kami masih fokus pada dakwaan terhadap pemberi suap, yaitu Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi Piliang,” ujar salah satu JPU KPK kepada wartawan.

Sidang akan dilanjutkan esok hari dengan agenda mendengarkan kesaksian dari klaster Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah I Sumatera Utara — bagian penting yang diyakini menjadi kunci jaringan suap proyek di lingkungan PUPR. (has)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini