-->

Soal Anggaran Bencana Sumut, Elfenda Ananda: Uang Tak Ada, Tapi Perasaan Jago

Sebarkan:

 

Kolase foto Gubernur Sumut Bobby Nasution dengan Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus. Fiskal pemprov dipertanyakan dalam penanganan bencana di Sumut. Istimewa

MEDAN, HASTARA.ID — Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam menetapkan anggaran bencana pada APBD 2026 dinilai tidak mencerminkan keseriusan dalam menghadapi risiko bencana besar yang melanda provinsi ini sepanjang 2025.

Pengamat anggaran publik, Elfenda Ananda, menyebut alokasi Belanja Tidak Terduga (BTT) yang hanya sekitar Rp70 miliar pada APBD 2026 sama sekali tidak sebanding dengan kerugian bencana yang sebelumnya diungkapkan Gubernur Bobby Nasution, yakni mencapai Rp9,98 triliun.

“Angkanya jauh sekali. Kita tidak tahu dari mana perhitungan kerugian Rp9,98 triliun itu berasal. Sementara dana bencana hanya Rp70 miliar. Dengan angka sekecil itu, jelas tidak mungkin menutup dampak bencana sebesar itu tanpa kebijakan pembiayaan lain di luar APBD,” katanya menjawab wartawan, Selasa (9/12).

Ia menegaskan total APBD Sumut 2026 hanya sekitar Rp11,5 triliun, sehingga klaim kerugian hampir Rp10 triliun menambah tanda tanya besar mengenai kemampuan fiskal daerah.

“Kalau kerugiannya hampir menyentuh Rp10 triliun sementara APBD cuma Rp11,5 triliun, ya nggak nyambung. Apakah kerugian itu dihitung berdasarkan porsi yang nanti ditanggung APBN? Kita tidak tahu. Yang jelas, dari sisi APBD, angkanya tidak masuk akal,” ujarnya. 

Elfenda menilai minimnya anggaran bencana bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan pola kebijakan yang sudah berjalan sejak pergantian kepemimpinan di Pemprov Sumut. Pada 2025, saat masih dipimpin Pj Gubernur Agus Fatoni, BTT sempat mencapai Rp843,1 miliar. Namun setelah Bobby Nasution menjabat, anggaran itu dipangkas drastis menjadi Rp98,3 miliar, atau turun 88%. Kemudian pada APBD 2026, BTT kembali disusutkan menjadi Rp70 miliar — penurunan hampir 99% dari masa Fatoni.

“Penurunan ini menunjukkan pemerintah daerah memang tidak menyiapkan bantalan fiskal yang memadai untuk menghadapi bencana. Ini bukan kebetulan, tapi pola,” ujar analis FITRA Sumut tersebut. 

Lebih lanjut menurutnya kebijakan tersebut menandakan bahwa mitigasi bencana bukan prioritas Pemprov Sumut. Elfenda juga menyinggung sikap Pemprovsu yang menurutnya tidak sejalan dengan kondisi fiskal yang sangat terbatas.

“Uang tidak ada, tapi perasaan jago. Bilang tidak perlu bantuan asing, bilang semuanya bisa ditangani sendiri. Padahal anggaran bencananya cuma Rp70 miliar. Ini aneh,” sindirnya. 

Ia bahkan mempertanyakan kemungkinan pemerintah pusat enggan menetapkan status bencana nasional akibat kekhawatiran akan audit besar-besaran terhadap penggunaan anggaran selama masa tanggap darurat. Terkait kemungkinan penyesuaian anggaran bencana Pemprovsu, Elfenda menyatakan harapannya nyaris nol. Selain itu, kondisi fiskal nasional yang disebutnya sedang sangat ketat membuat peluang revisi semakin kecil.

“APBD 2026 sudah disahkan dan sedang dieksaminasi di kementerian. Biasanya tidak ada perubahan setelah tahap ini, kecuali ada komunikasi khusus dengan DPRD. Tapi apakah DPRD mau buka ruang untuk revisi? Belum tentu. Kalau kebijakannya seperti ini, berarti pemerintah memang tidak sungguh-sungguh memikirkan kesiapsiagaan daerah," pungkasnya. 

Gubernur Sumut Bobby Nasution sebelumnya menyampaikan estimasi kerugian bencana sebesar Rp9,98 triliun setelah mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto, Minggu (7/12). 

Angka tersebut mencakup kerusakan infrastruktur, fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, hingga ribuan rumah warga yang terdampak banjir bandang dan longsor di berbagai wilayah Sumut. (prn)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini