Berdasarkan hasil pemeringkatan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2025 terhadap 34 provinsi, Sumatera Utara hanya mencatat skor 65,83, berada di bawah rata-rata nasional 68,95. Posisi ini kontras dengan capaian tahun sebelumnya, ketika Sumut masuk jajaran elite nasional.
Tak hanya tertinggal dari sejumlah provinsi di luar Pulau Jawa, Sumut juga kalah bersaing dengan daerah sesama Sumatera seperti Sumatera Barat dan Aceh. Kondisi tersebut menandai melemahnya daya saing Sumut dalam tata kelola keterbukaan informasi publik.
Kemunduran ini semakin mencolok bila dibandingkan dengan hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Keterbukaan Informasi Publik 2024 oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) RI. Pada 2024, Pemprov Sumut mencatat prestasi gemilang dengan peringkat kelima nasional, meraih skor 82,07, serta menyandang predikat Informatif dengan nilai 91,91 pada Anugerah Keterbukaan Informasi Publik.
Capaian tersebut kala itu menempatkan Sumut sebagai salah satu provinsi paling transparan di Indonesia, sekaligus menjadi rujukan nasional dalam pengelolaan informasi publik. Namun, dalam waktu hanya satu tahun, skor IKIP Sumut anjlok lebih dari 16 poin, dari 82,07 pada 2024 menjadi 65,83 pada 2025. Penurunan drastis ini memunculkan pertanyaan serius mengenai keberlanjutan kebijakan, kualitas implementasi, serta efektivitas tata kelola Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lingkungan Pemprov Sumut.
Penilaian Monev KIP RI 2025 bahkan memperkuat gambaran kemunduran tersebut. Berdasarkan Keputusan KIP RI Nomor 11/KEP/KIP/XII/2025, Pemprov Sumut hanya meraih nilai 76,81 dengan predikat Cukup Informatif. Padahal, setahun sebelumnya, melalui Keputusan KIP RI Nomor 52/KEP/KIP/XII/2024, Sumut mengantongi nilai 91,91 dan berstatus Informatif. Penurunan 15,10 poin ini bukan sekadar soal peringkat, tetapi menandai degradasi satu level penuh dalam kualifikasi keterbukaan informasi publik.
Ketua Komisi Informasi Pusat, Donny Yoesgiantoro, menegaskan bahwa keterbukaan informasi merupakan mandat undang-undang dan mencerminkan langsung komitmen pimpinan badan publik.
“Keterbukaan informasi adalah mandat undang-undang. Badan publik yang tidak informatif atau tidak berpartisipasi dalam Monev menunjukkan lemahnya komitmen pimpinan dalam menjamin hak masyarakat atas informasi publik,” tegas Donny dalam Anugerah Keterbukaan Informasi Publik dan peluncuran IKIP 2025 di Jakarta, Senin (15/12).
Pernyataan senada disampaikan Komisioner KIP Bidang Hubungan Kelembagaan dan Tata Kelola. Ia menegaskan, monev bukan sekadar penilaian administratif, melainkan cermin komitmen nyata terhadap transparansi dan akuntabilitas.
“Monitoring dan evaluasi bukan formalitas, tetapi ukuran keseriusan badan publik membangun tata kelola informasi yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Ironisnya, pada 2025 KIP RI juga menetapkan tujuh badan publik terbaik nasional serta memberikan penghargaan khusus kepada enam badan publik unggulan. Pemprov Sumut tidak termasuk dalam daftar tersebut, mempertegas ketertinggalannya dibanding daerah lain.
Situasi ini menuntut evaluasi menyeluruh di internal Pemprov Sumut, mulai dari kepemimpinan, pengawasan, hingga kinerja PPID di seluruh perangkat daerah.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut, Erwin Hotmansyah Harahap, mengakui adanya penurunan peringkat, namun menyebut hal itu tidak sepenuhnya mencerminkan praktik keterbukaan di lapangan.
Menurut Erwin, pada 2025 terjadi perubahan signifikan pada variabel dan instrumen penilaian IKIP yang lebih detail dan teknis, namun terlambat direspons oleh sejumlah pemangku kepentingan.
“Secara administrasi memang ada perubahan variabel dan instrumen penilaian yang lebih detail dibandingkan tahun lalu. Perubahan ini terlambat direspons oleh stakeholder terkait sehingga memengaruhi skor,” ujar Erwin menjawab wartawan, Selasa (16/12).
Ia menegaskan, secara faktual Pemprov Sumut tetap terbuka dalam melayani permintaan informasi publik, salah satunya melalui konferensi pers harian di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Namun, aktivitas keterbukaan semacam itu belum menjadi variabel penilaian dalam IKIP 2025.
“Giat keterbukaan yang berlangsung setiap hari, seperti konferensi pers rutin, belum terakomodasi dalam penilaian IKIP. Ini menjadi catatan penting ke depan,” katanya.
Meski demikian, fakta penurunan tajam ini tetap menjadi alarm keras. Predikat Informatif yang diraih pada 2024 semestinya menjadi fondasi kuat bagi akuntabilitas pemerintahan. Gagalnya mempertahankan capaian tersebut menunjukkan bahwa transparansi tidak cukup dengan klaim, tetapi menuntut konsistensi kebijakan dan komitmen berkelanjutan. Jika tidak segera dibenahi, predikat Cukup Informatif bukan sekadar catatan administratif, melainkan simbol kemunduran akuntabilitas Pemprov Sumut di mata publik. (prn)
