-->

Tanpa Kompetensi Rotasi Jabatan Bisa Jadi Petaka: Peringatan Serius untuk Gubsu Bobby

Sebarkan:

 

Ilustrasi lelang jabatan eselon II di lingkungan Pemprovsu. Google/hastara.id

MEDAN, HASTARA.ID — Pengangkatan sejumlah pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menuai sorotan. Dua akademisi dari universitas terkemuka di Medan menekankan pentingnya Gubernur Bobby Nasution untuk menerapkan sistem merit dalam penempatan pejabat, demi menciptakan birokrasi yang profesional dan akuntabel.

Pernyataan itu disampaikan Dosen Prodi Administrasi Publik Fisipol Universitas HKBP Nommensen, Jonson Rajagukguk, dan Dosen Universitas Medan Area (UMA), Dr. Indra Muda Hutasuhut, Jumat (11/4), menanggapi pelantikan pejabat eselon II baru-baru ini yang dinilai tidak sepenuhnya berdasarkan kompetensi.

Sejak menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut, Bobby Nasution dan Surya diketahui telah mengangkat lima pejabat eselon II yang berasal dari Pemko Medan dan Pemkab Asahan. Di antaranya, Inspektur Kota Medan Sulaiman Harahap kini menjabat sebagai Inspektur Provinsi, dan Kepala Bappeda Medan Sutan Tolang Lubis kini memimpin Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumut.

Teranyar, Bobby melantik Alexander Sinulingga, mantan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Medan, menjadi Kadis Pendidikan Sumut. Langkah ini memicu aksi protes dari Koalisi Aksi Mahasiswa USU-Unimed-UINSU pada 27 Maret 2025, yang menuding adanya ‘cawe-cawe’ dalam proses pengangkatan.

Pejabat Kompeten

Menurut Jonson Rajagukguk, sistem merit—yang mengedepankan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja—adalah pondasi dalam membangun budaya kerja yang sehat dan pelayanan publik yang optimal.

“Kita tidak peduli siapa orangnya, yang penting pengangkatan jabatan harus sesuai kompetensi dan kualifikasi. Kalau tidak, sistem birokrasi kita akan terus kacau,” ujarnya.

Ia menegaskan merit sistem akan menciptakan iklim pemerintahan yang kondusif dan menjaga kepercayaan masyarakat, yang menjadi modal sosial penting dalam pembangunan daerah.

Senada, Indra Muda Hutasuhut mengingatkan bahwa menempatkan pejabat bukan pada tempatnya bisa menimbulkan “petaka” birokrasi. Ia menyoroti praktik bongkar pasang pejabat yang lebih kental dengan nuansa politik ketimbang profesionalisme.

“Kalau jabatan diberikan karena kedekatan politik, bukan karena keahlian, maka akan muncul kebijakan yang salah arah. Itu akan merugikan masyarakat,” tegasnya.

Ia mencontohkan, dalam sektor pendidikan atau pekerjaan umum, pejabat yang tidak paham bidangnya akan kesulitan membuat kebijakan tepat sasaran dan berkelanjutan. “Mau bangun infrastruktur atau reformasi pendidikan tapi tak paham teknisnya, ya bagaimana mau berhasil?” imbuhnya.

Perbaikan Sistem

Kedua akademisi sepakat bahwa reformasi rekrutmen dan promosi dalam birokrasi adalah kunci. Mereka menyarankan Pemprovsu membuka rekam jejak para calon pejabat kepada publik dan melibatkan lembaga independen dalam proses seleksi.

“Dengan begitu, masyarakat bisa menilai dan ikut mengawal. Ini penting untuk mencegah intervensi politik dan memastikan pejabat benar-benar punya kapasitas,” tutup Indra.

Kini, sorotan publik tertuju pada langkah Gubernur Bobby selanjutnya—apakah akan menjawab kritik dengan tindakan nyata menerapkan merit sistem, atau tetap bergeming di tengah gelombang protes. (has)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini