Kembalikan Retribusi Parkir ke Konvensional, Rico Waas Harus Tegas

Sebarkan:

 

Pemerhati Kebijakan Publik, Aulia Rachman memberikan masukan terkait sistem retribusi parkir di Kota Medan. Istimewa/hastara.id

MEDAN, HASTARA.ID – Sistem parkir di Kota Medan kembali menuai sorotan tajam. Penerapan dua sistem pembayaran, yakni konvensional dan berlangganan alias barcode, justru memicu konflik horizontal antara masyarakat dan juru parkir (jukir). Wali Kota Medan, Rico Waas, harus segera bertindak tegas terhadap regulasi sistem perparkiran ini. 

Pemerhati kebijakan publik, Aulia Rachman, menilai kebijakan sistem barcode belum matang secara implementasi, bahkan belum memiliki dasar keputusan dari DPRD. 

"Di lapangan, jukir hanya menerima pembayaran tunai, dan itu pun dengan pelayanan yang tidak humanis. Harusnya kalau jukir tidak ramah, warga tidak perlu membayar. Itu baru namanya 'Medan Untuk Semua'," ujarnya kepada wartawan, Kamis (1/5/2025).

Aulia menekankan pentingnya kehadiran jukir yang profesional dan ramah, sejalan dengan slogan 'Medan untuk Semua'. Menurutnya, kehadiran sistem barcode justru menciptakan kebingungan dan tidak berdampak signifikan pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kalau semua jukir pakai rompi dengan logo senyum dan melayani dengan ramah, orang pasti mau bayar, bahkan mungkin memberi lebih. Jadi untuk apa sistem barcode yang justru bikin ribut?” ungkap mantan wakil wali Kota Medan ini. 

Aulia juga menyoroti adanya ketimpangan dalam pengelolaan parkir. Menurutnya, Dinas Perhubungan Kota Medan terlalu diuntungkan, sementara pengelola parkir justru banyak yang ditekan oleh oknum-oknum liar.

"Ekstensifikasi itu mencari potensi parkir baru, intensifikasi itu maksimalkan yang sudah ada. Tapi sekarang, justru wilayah yang tak punya izin pun dimanfaatkan, ini yang harus ditertibkan. Jangan-jangan Pemko Medan sendiri tidak paham dua istilah ini," sindirnya.

Ia menyarankan agar kebijakan parkir dikembalikan ke sistem konvensional, namun dikelola secara profesional dan transparan. Ia juga mendorong agar tarif parkir saat ini ditinjau ulang.

“Tarif mobil dari Rp 5.000 bisa diturunkan jadi Rp 3.000, motor dari Rp 3.000 jadi Rp 1.000. Kalau jukir gak senyum, ya jangan dibayar. Aturan bisa diubah lewat Peraturan Wali Kota (Perwal), masa hal begini saja susah? Yang tak bisa diubah itu cuma Al-Qur’an,” tegas Aulia.

Ia mencontohkan Kota Pekanbaru yang telah menurunkan tarif parkir tanpa menyalahi aturan. Aulia pun mengingatkan agar parkir tidak dijadikan satu-satunya sumber utama PAD, sebab masih banyak potensi lain yang bisa digali pemerintah daerah.

“Parkir itu bukan ladang emas, ini cuma soal ruang publik yang harus dikelola adil dan manusiawi. Jangan sampai warga terus jadi korban karena kebijakan yang setengah matang,” pungkasnya. (has)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini