![]() |
| Analis FITRA Sumut, Elfenda Ananda saat konferensi pers pada Kamis, 11 Desember 2025. Istimewa/Hastara.id |
Kontradiksi angka tersebut dinilai bukan sekadar kekeliruan teknis. Analis FITRA Sumut, Elfenda Ananda, menyebut perbedaan informasi yang begitu mencolok merupakan persoalan serius terkait integritas dan transparansi pemerintah provinsi.
“Ini tidak bisa disebut salah sebut. Ketika dokumen hukum menyebut Rp843 miliar, tetapi pemerintah mengklaim hanya Rp123 miliar, itu pengaburan informasi publik,” tegas Elfenda kepada wartawan di Medan, Kamis (11/12).
Elfenda menegaskan Pergub 7/2025 bukan dokumen yang tersembunyi. Regulasi tersebut ditandatangani Pj Gubernur Agus Fatoni pada 10 Februari 2025 dan diundangkan dalam Berita Daerah.
“Pilihan penjelasannya cuma dua: Gubernur tidak membaca dokumen pemerintahannya sendiri, atau ia sengaja menyembunyikan informasi. Dua-duanya menunjukkan masalah serius dalam kepemimpinan,” ujarnya.
Elfenda, yang juga Badan Pendiri Suluh Muda Inspirasi (SMI), menilai ketidaksinkronan antara dokumen hukum dan pernyataan politik merupakan indikasi lemahnya tata kelola anggaran.
Tujuh Kali Pergeseran BTT Tanpa Penjelasan
Berdasarkan data yang ditemukan, nilai BTT Sumut sepanjang tahun anggaran 2025 mengalami tujuh kali pergeseran. Namun tidak satu pun penjelasan disampaikan kepada publik.
“Tujuh kali pergeseran tanpa publikasi bukan kesalahan prosedural. Itu pola. Dan selisih Rp720 miliar bukan angka receh yang bisa hilang begitu saja,” sindir Elfenda.
Ia menegaskan jika memang terjadi realokasi, pemerintah wajib menunjukkan berita acara, dasar hukum hingga revisi pergub. Ketiadaan penjelasan resmi, menurutnya, hanya membuat publik makin curiga.
Elfenda pun mengkritik keras inkonsistensi pemprov dalam menyampaikan informasi anggaran saat masyarakat sedang menghadapi bencana di berbagai wilayah Sumut.
“Rakyat kehilangan rumah, harta, bahkan keluarga. Tapi pemerintah justru memberikan data yang berubah-ubah. Itu menunjukkan ketidakseriusan,” tegasnya.
Ia menyebut bahwa ketika pernyataan pejabat bertolak belakang dengan dokumen resmi, yang hilang bukan sekadar akurasi data, tetapi kepercayaan publik.
Lima Pertanyaan Fundamental
Elfenda menantang Pemprov Sumut menjawab secara terbuka lima pertanyaan penting:
1. Jika Pergub 7/2025 menetapkan Rp843 miliar, siapa yang mengubahnya menjadi Rp123 miliar?
2. Dimana dokumen revisinya dan apa dasar hukumnya?
3. Untuk apa selisih Rp720 miliar tersebut dialihkan?
4. Mengapa perubahan itu tidak diumumkan kepada publik?
5. Mengapa pemerintah memakai data APBD Murni untuk membantah dokumen hukum yang sah?
“Ini bukan tuduhan. Ini pertanyaan logis berdasarkan dokumen resmi. Pemerintah wajib menjawabnya,” kata Elfenda.
Lebih lanjut menurut Elfenda, pemerintah telah gagal menunjukkan konsistensi data anggarannya sendiri.
“Ketika pemerintah tidak bisa menjelaskan APBD-nya sendiri, itu bukan sekadar lemahnya administrasi. Itu kegagalan moral dalam tata kelola,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa publik tidak boleh dipusingkan oleh narasi yang berubah-ubah dan tidak berbasis fakta.
“Pemerintah harus jujur. Jika tidak, kekacauan informasi ini hanya akan memperdalam krisis kepercayaan,” pungkasnya. (prn)
