![]() |
Suasana RDP terhadap Penolakan perpanjangan HGU PT. Sipef Group oleh masyarkat delapan nagori di Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun. Istimewa / Hastara.id |
SIMALUNGUN, HASTARA. ID – Penolakan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Eastern Sumatera Indonesia (Sipef Group) oleh masyarakat delapan nagori di Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, menjadi sorotan serius. Aspirasi ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapatan (RDP) yang digelar di Aula Gedung Baru DPRD Provinsi Sumatera Utara pada Jumat (10/1).
Puluhan perwakilan masyarakat dari delapan nagori, yaitu Marihat Bukit, Pamatang Sahkuda, Sahkuda Bayu, Lingga, Bandar Siantar, Pamatang Gajing, Pamatang Asilom, dan Bukit Maraja, menyampaikan sejumlah alasan penolakan.
Di antaranya adalah minimnya sosialisasi dari perusahaan terkait hak dan kewajiban kepada masyarakat sekitar, ketidakjelasan masalah perbatasan dan perubahan luas perkebunan, serta tudingan bahwa koperasi plasma hanya menguntungkan perusahaan.
Keluhan utama lainnya adalah program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dinilai belum memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat. Warga menganggap fasilitas umum yang dibangun perusahaan, seperti lapangan bola, gedung sekolah, dan infrastruktur pendukung kesejahteraan, masih kurang memadai.
Perwakilan manajemen Sipef, Suhardi, mengklaim bahwa perusahaan telah memenuhi hak dan kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk pembangunan gedung TK dan MIN, serta penyaluran dana CSR lebih dari Rp2 miliar sejak 2016 hingga 2024.
"Kita juga berusaha untuk menyusun kelengkapan berkas sebagai syarat yang berlaku sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini," ujarnya saat dikonfirmasi. Jumat. (17/1).
Namun, klaim ini dibantah keras oleh warga dan dibenarkan oleh Camat Gunung Malela. Warga menegaskan bahwa dana CSR tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat delapan nagori.
Camat Gunung Malela, Roy Saragih, bahkan mengajukan permintaan agar sebagian lahan HGU Sipef dialokasikan untuk pengembangan nagori dan kecamatan jika perpanjangan HGU disetujui. Ia mengusulkan setidaknya 15 hektar untuk kecamatan dan dua hektar untuk masing-masing nagori.
"Pembebasan lahan dari HGU akan sulit dilakukan di kemudian hari, padahal kebutuhan pengembangan masyarakat dan pembangunan sangat mendesak," ujarnya saat dikonfirmasi.
Ditambahkannya, permasalahan lain juga muncul, ada beberapa masyarakat yang mengaku bahwa ada oknum dari perkebunan yang mengumpulkan data masyarakat Pematang Gajing. Padahal dalam pertemuan semalam, pihaknya dapat info kalau mitra kebun plasma mereka di luar Kecamatan Gunung Malela.
Lebih lanjut, katanya, tindakan oknum itu kuat dugaan bagian dari upaya-upaya yang disinyalir untuk keuntungan dan kepentingan perusahan PT ESI, dan merugikan masyarakat.
"Sehingga, kami tolak karena ada hal-hal yang belum dipenuhi perusahaan sebagai syarat mutlak untuk perpanjangan HGU salah satunya lahan plasma. Kita tahu sesuai peraturan pemerintah perusahaan wajib menyediakan lahan plasma seluas 20 % dari lahan yang dikelola perusahaan. Namun saat ini kami tinggal 2 nagori yang menolak," tegasnya.
Menanggapi aspirasi masyarakat, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Sumatera Utara, Gusmiyadi, menegaskan komitmen lembaganya untuk mengawal aspirasi masyarakat. Ia menekankan pentingnya fungsi kontrol masyarakat terhadap kesepakatan yang dihasilkan dalam RDP.
"Kami selaku perwakilan rakyat akan berusaha merespon setiap informasi untuk ditindaklanjuti secara proporsional," ujarnya saat dikonfirmasi pada Jumat (17/1).
Gusmiyadi juga menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi pelaksanaan CSR pada periode rapat berikutnya. Evaluasi ini akan didasarkan pada informasi lapangan selama program berjalan.
"Nanti akan kita sesuaikan berdasarkan informasi lapangan saat program tersebut bergulir dalam satuan waktu tertentu," tuturnya.
Ia mengakui bahwa tidak ada mekanisme khusus pelaporan pelaksanaan CSR oleh perusahaan swasta, namun ia berharap setiap pihak, terutama PT ESI sebagai perusahaan besar bermodal asing, dapat menjaga komitmen dan melaksanakan CSR sesuai aturan yang berlaku.
"Tentu hal tersebut juga menguji integritas PT. ESI sebagai perusahaan besar bermodalkan asing," pungkasnya. (put)