![]() |
Meryl Rouli Saragih dan Dameria Pangaribuan ikut mengkritik kebijakan lima hari sekolah Dinas Pendidikan Sumut mulai tahun ajaran 2025/2026. Istimewa |
Rencana kebijakan ini akan meliburkan kegiatan belajar-mengajar pada Sabtu dan Minggu. Jam belajar siswa akan dipadatkan pada hari Senin hingga Jumat, sehingga waktu pulang sekolah menjadi lebih lama.
Anggota Komisi E DPRD Sumut, Dameria Pangaribuan, mengungkapkan pihaknya belum pernah diajak berdiskusi secara resmi terkait rencana ini. Ia menyebut hingga kini Komisi E belum menerima penjelasan teknis dari Dinas Pendidikan Sumut mengenai konsep sekolah lima hari tersebut.
"Secara teknis kami belum tahu, karena belum ada rapat di Komisi E. Kami juga belum tahu seperti apa konsep yang dibuat oleh Kepala Dinas Pendidikan," ujar Dameria kepada wartawan di Medan, Rabu (4/6).
Dinas Pendidikan Sumut berdalih kebijakan ini dibuat untuk mencegah tawuran, geng motor, dan penyalahgunaan narkoba. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong pariwisata dan mendukung pertumbuhan UMKM di Sumut.
Menurut Dinas Pendidikan, libur di hari Sabtu dan Minggu akan memberikan lebih banyak waktu bagi siswa untuk berkumpul dengan keluarga. Dengan demikian, orang tua diharapkan dapat berperan lebih dalam mengawasi anak-anak mereka dan membangun karakter positif sejak dini.
Dameria justru menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan masalah baru. Ia menyoroti bahwa tidak semua orang tua siswa dapat mendampingi anak-anak mereka pada Sabtu karena alasan pekerjaan.
"Apakah sudah dipastikan hari Sabtu orang tuanya ada di rumah? Kalau hari Minggu saja sudah syukur bisa kumpul. Banyak orang tua masih harus bekerja di hari Sabtu," kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
Dameria menegaskan Dinas Pendidikan Sumut seharusnya mempertimbangkan secara matang kondisi para orang tua siswa di Medan dan wilayah Sumut lainnya, terutama terkait jadwal kerja yang tidak selalu libur di Sabtu.
"Kalau Sabtu libur tanpa pengawasan orang tua, justru siswa bisa bebas. Ini yang harus dikaji lebih dalam sebelum kebijakan diterapkan," pungkasnya.
Uji Publik
Anggota Komisi E DPRD Sumut, Meryl Rouli Saragih, ikut mendesak agar Disdik Sumut melakukan uji publik sebelum menerapkan kebijakan lima hari sekolah tersebut.
"Kami mendorong adanya forum dengar pendapat dan uji publik sebelum kebijakan tersebut diimplementasi, agar masukan dari lapangan menjadi pertimbangan utama. Prinsipnya, kami mendukung setiap kebijakan yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan," kata dia.
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, Komisi E dengan Disdik Sumut belum pernah membahas terkait teknis pelaksanaan kebijakan sekolah lima hari dalam sepekan untuk siswa SMA, SMK dan SLB.
"Kami berharap sebelum kebijakan ini diterapkan, Disdik Sumut dapat melibatkan semua pihak terkait terutama para guru, orang tua, dan tentu saja legislatif sebagai mitra pengawasan," ujarnya.
Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut ini menegaskan secara normatif, DPRD memang tidak wajib memberikan persetujuan atas keputusan teknis gubernur seperti pengaturan hari sekolah. Namun, pelibatan DPRD, khususnya Komisi E yang membidangi pendidikan, sangat penting secara prinsip akuntabilitas, pengawasan, dan representasi publik.
"Secara hukum maupun regulasi keputusan gubernur (bukan Perda) adalah kewenangan eksekutif. Jadi, gubernur atau Dinas Pendidikan dapat menerbitkan keputusan semacam ini tanpa persetujuan DPRD, selama tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi (Permendikbud, PP, UU Sisdiknas)," ujarnya.
Meryl mengatakan, jika kebijakan tersebut berdampak pada anggaran besar atau memerlukan perubahan alokasi anggaran. Misalnya tambahan honor, fasilitas sekolah, maka harus dibahas dalam rapat anggaran bersama DPRD. Kebijakan ini seharusnya tidak hanya baik secara teori tetapi juga realistis, inklusif, dan kontekstual dengan kondisi daerah, sarana prasarana, serta kesiapan sekolah di berbagai kabupaten/kota.
"Secara politik dan etika pemerintahan, DPRD adalah representasi rakyat. Keterlibatan dalam bentuk konsultasi, rapat kerja, atau uji publik bukan hanya etis tapi juga penting agar kebijakan berjalan dengan legitimasi dan menghindari resistensi. Kami juga menilai perlu ada kajian mendalam mengenai dampak psikologis, sosial, dan kultural terhadap peserta didik, khususnya di daerah yang masih menjalankan aktivitas keagamaan dan adat di luar sekolah pada hari Sabtu," ungkapnya.
Ia menegaskan, Komisi E sebagai mitra kerja Dinas Pendidikan Sumut berhak meminta klarifikasi, evaluasi, dan memberi masukan terhadap kebijakan pendidikan, apalagi yang berdampak luas seperti ini.
Lebih lanjut, Meryl menyampaikan secara praktis, jika kebijakan 5 hari sekolah tidak dibahas atau disosialisasikan terlebih dahulu ke DPRD, akan menimbulkan kesan tertutup dan kurang partisipatif.
"Di lapangan, kalau ada masalah atau protes dari masyarakat, tentunya DPRD yang akan ditanya dan ditekan. Karena itu wajar bila Komisi E meminta dilibatkan sejak awal," pungkasnya. (has)